Tidak heran jika dari tahun ke tahun masih ada saja nelayan di Pacitan yang ditangkap polisi karena belum berizin.
Ada 25 ribu 300 ekor benih lobster hasil penangkapan nelayan yang tidak miliki izin dirilis Kepolisian di Dermaga Tamperan.
“Mereka belum berijin, intinya nelayan itu belum berizin sehingga tidak sesuai peraturan undang undang yang ada. Akibatnya penegakan hukum diberlakukan.”katanya
Bambang Mahendra mengungkapkan, sampai saat ini sesuai data Dinas Perikanan Kabupaten Pacitan dari sekian ratus nelayan di pacitan ternyata baru ada 10 kelompok nelayan yang berizin. Padahal izin menangkap benih lobster yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan itu menjadi payung hukum bagi nelayan untuk merasa aman menangkap benih lobster.
“Nelayan di pacitan yang sudah keluar izin ada 10 an kelompok nelayan. Masih sangat rendah prosentasenya.”ungkapnya
Bambang Mahendra mengklaim jika pihak Dinas Perikanan masif lakukan sosialisasi kepada nelayan. Namun fakta yang kerap terjadi, nelayan yang tertangkap dianggap ilegal untuk menangkap benih lobster ke tengah laut. Meski di satu sisi, benih lobster yang ditangkap nelayan adalah benih yang boleh ditangkap.
Lalu kenapa masih saja ada nelayan yang ditangkap karena belum kantongi izin, karena kurangnya sosialisasi ataukah memang lambatnya nelayan memahami dan mereka tahu tapi tetap nekat melanggar.
Bambang mengatakan, jika dibilang kurangnya sosialisasi bisa jadi karena diakuinya jumlah sumber daya manusia yang dimiliki dinas perikanan belum bisa menyentuh semua nelayan yang tersebar.
“Tapi melalui berbagai kegiatan tertentu kita tak bosan bosan sebenarnya nambahi sosialisasi tentang cara legal atau diperbolehkannya tangkap benih lobster. Tapi ya itu, fakta nya seperti itu.”ujarnya
Bambang tidak membantah jika nelayan yang ditangkap rata rata karena tidak mengantongi izin menangkap benih lobster. Kondisi itu memang sempat menjadi polemik karena nelayan bukan tidak ingin mengurus izin. Akan tetapi akses untuk mendapatkan izin tersebut diakui sulit didapat.
Di tambahkan Bambang, izin yang harus dikantongi dalam pembudidaya benih lobster memang tidak sedikit. Mereka harus punya izin nelayan, izin wilayah penangkapan. Pada saat nelayan sudah berizin ada regulasi lain yang mengatur tentang tata niaganya atau peruntukannya. Disitulah lanjut Bambang, mereka melanggar.
“Dalam tata niaga kewenangan Kabupaten itu adalah menerbitkan Surat Keterangan Asal Benih. Faktanya mereka tidak banyak yang meminta SKAB kepada kami. Kalau toh kemudian meminta kami juga akan melihat regulasinya sudah di penuhi atau belum?izinmu mana, kelompokmu mana, wilayah tangkapanmu mana, alat tangkapmu yang bagaimana? karena dasarnya seperti itu dan itu kita laporkan kepada Provinsi ataupun Kementerian. Hal itu yang mungkin saja membuat nelayan merasa rumit untuk urus izin. Sehingga setiap tahun masih saja ada yang melanggar.”ungkapnya
Lanjut Bambang Mahendra, Penangkapan benur hanya dapat dilakukan oleh nelayan kecil yang terdaftar dalam kelompok nelayan di lokasi penangkapan dan telah ditetapkan. Mereka harus mendaftar melalui Lembaga Online Single Submission (OSS) baik itu didaftar langsung atau dinas siap memfasilitasi.
Bambang sebenarnya merasa sedih jika ada nelayan benih lobster di wilayah Pacitan yang ujungnya harus berurusan dengan hukum. Apalagi benih lobster itu memang di halalkan. Hanya saja karena terbentur aturan, tidak sedikit dari nelayan ini harus masuk jeruji besi.
Pembudidaya lobster di pacitan di harapkan Bambang untuk segera melengkapi perizinan agar aman dalam mencari nafkah dari profesi yang digelutinya.
“Kepatuhan pada perizinan memang masih menjadi kendala di pacitan. Berdasarkan hasil evaluasi kami, saat ini terkait perizinan nelayan menjadi salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian. Karena kami tidak ingin nelayan kita ini harus berurusaan dengan hukum gara gara tak kantongi izin.”pungkasnya
Reporter/Penulis: Asri