"Selama ini dua potensi sumber besar milik Negara itu belum dinilai, belum dihitung menjadi objek pajak. Padahal penilaian atas pajak itu bisa dinilai oleh pemerintah daerah setempat menjadi kewajiban jadi ketetapan pajak, tapi kalau pemerintah daerah tidak memiliki kompetensi sertifikasi untuk menilai ketetapan pajak, maka pemda bisa kerjasama dengan konsultan pajak untuk melakukan perhitungan. berikutnya kami melihat dari beberapa tadi itu berpotensi angkanya bisa milyaran dan mereka pasti membayar karena menara SUTET itu miliknya PLN. PLN itu adalah miliknya BUMN."kata Anung Dwi Ristanto Ketua Pansus 19 usai Paripurna,Kamis(16/3/2023)
Ketua Pansus 19 Anung Dwi Ristanto menjelaskan, kenapa Pansus 19 mengusulkan urgennya Pemerintah Daerah lakukan optimalisasi dan perbaikan terhadap PBB P2 karena menurut penilaian Komisi III, selama ini banyak potensi yang menjadi sumber besar terkumpulnya pundi pundi daerah lewat begitu saja. Selain itu Komisi III DPRD menemukan data yang digunakan untuk mungut masyarakat data PBB itu masih warisan KPP Pratama Ponorogo tahun 2014 lalu. Dari situ sudah jelas bisa dilihat, data tersebut kurang relevan lagi dengan kondisi tahun 2023.
“Karena kemungkinan data tanah tidak berubah, tapi kalau data bangunan jelas pasti berubah.Ingat dalam hal ini kita tidak mengusulkan untuk menaikan lo. Tapi PBB P2 ini diperbaiki dan di optimalisasi agar lebih berkeadilan terhadap wajib pajak.”jelasnya
Ditambahkan Anung, saat ini bagi orang yang memiliki usaha butuh dihitung menjadi objek PBB. Apalagi setiap objek usaha pasti menciptakan dampak lingkungan yang butuh rehabilitasi. sejauh ini PBB P2 itu ada umum dan khusus. Umum itu hanya berhitung tentang luas lahan dan bangunan, kalau khusus itu berkaitan dengan segala hal alat atau properti yang ada didalamnya. kalau khusus itu biasanya adalah lahan dan bangunan yang dgunakan untuk usaha. kenapa khusus ini butuh dihitung sebab setiap objek usaha itu pasti menciptakan dampak lingkungan. Sedangkan dampak lingkungan itu butuh direhabilitasi dalam satu bentuk kegiatan atau program yang diberikan kepada masyarakat sebagai konsekwensi dari dampak yang diciptakan.
"Karena ada dampaknya disitu, tentu beban pajaknya akan menjadi lebih. Yang sejauh ini, itu belum sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah daerah. Kalau kemungkinan pengusaha kecil menengah tidak dihitung mboten nopo nopo, tapi minimal pwngusaha menengah ke atas itu ada baiknya untuk dinilai menjadi objek pajak khusus."imbuhnya
Rekomendasi Pansus 19 bagaimana menggenjot pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak dan retribusi tanpa harus menaikan tarif wajib pajak kalangan menengah kebawah itu salah satunya, SUTET PLTU dan juga Waduk Tukul itu bisa dihitung dinilai objek pajak.
“Berikutnya kalau kita lihat dari beberapa potensi tadi itu nilainya Rp.3 Milyar dan mereka saya yakin pasti mampu membayar karena SUTET itu milik PLN BUMN. Kalau kita biarkan terus ya ora oleh opo opo. Kebetulan kita pacitan kelewatan SUTET PLTU pemasok tenaga listrik Jawa Bali. Bukan hanya itu saja, pundi pundi daerah dari pajak juga bisa kita tambah dari Waduk Tukul yang saat ini produktivitas nya sudah bisa dikomersilkan. Masak area 80an hektar dan SUTET itu PBB nya sama dengan masyarakat kecil kan yo tidak adil. Atas dasar itulah maka itu butuh dihitung, butuh dinilai, butuh ditetapkan hingga menjadi tagihan pajak bagi mereka."terangnya
Sementara dari aspek landasan hukum itu sudah ada yang mengatur, Undang Undang Dasar 45 Pasal 33 dna dipertegas dengan undang undang agraria, Perda No 1 tentang pajak dan retribusi. Dalam perda No 1 tentang pajak bumi dan restribusi lanjut Anung, dibagi dalam tiga klaster, dibawah 500 juta rupiah, diatas 500 juta rupiah, dibawah 1 miliar rupiah dan diatas 1 miliar rupiah.
“Ketika data Wajib Pajak itu benar, nanti pendapatan kita di PBB itu otomatis akan meningkat tanpa harus menaikan!. Wajib pajak di pacitan itu jumlahnya sekitar 105 ribu wajib pajak. Saya proyeksikan sumber dari beberapa potensi tadi mencapai milyaran rupiah untuk genjot perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD).”pungkasnya
Reporter/Penulis: Asri