Petani mulai menjerit sekarang pupuk sulit dicari, kalau dapat pupuk nonsubsidi harganya sangat mahal.
“Jeritan petani akan pupuk sangat sangat wajar, sebab Dinas Pertanian juga menjerit namun kami memilih menjerit dalam diam.”katanya
Pamuji menjelaskan, wajar saja jika petani di Pacitan bingung mencari pupuk dikarenakan untuk saat ini Pemerintah Pusat memang mengurangi jumlah pupuk dan jenis pupuk.
Jatah pupuk di Pacitan tahun 2022 semula 42 ribu ton dengan permintaan 10 turun hanya 23 ribu ton, kita turun hampir 19 ribu ton. Sehingga kondisi pupuk sekarang sangat wajar kalau kemudian petani dilapangan sana terasa karena berkurang hampir 50 persen. Makanya wajar jika petani menjerit jerit mencari pupuk pada awal musim tanam kali ini.
“Tahun 2023 kita masih mengusulkan dengan jumlah yang sama dengan tahun sebelumnya yaitu 54 ribu ton. Namun berapa jatah untuk Pacitan kita masih menunggu laporan dari Pusat. Hanya saja yang harus diketahui, ada perubahan jenis pupuk dan jenis tanaman yang boleh menggunakan pupuk bersubsidi.”ujarnya
Pamuji menegaskan, Dinas Pertanian lebih cenderung mendorong petani di Pacitan meningkatkan kemampuan membuat pupuk sendiri. Bahan untuk membuat pupuk organik itu banyak bisa ditemukan di Pacitan.
Pupuk bersubsidi itu semestinya harus di persepsikan sebagai bantuan. Artinya, Pemerintah membantu sebagian kebutuhan pupuk masyarakat bukan memenuhi seluruh kebutuhan pupuk.
“Jika kita sudah tahu Pemerintah mengurangi jumlah dan jenis pupuk kita akan mendorong masyarakat untuk mau mengupayakan pupuk secara mandiri. Kalau modal cukup boleh beli yang non subsidi tapi kalau modal gak cukup bisa buat pupuk sendiri yaitu pupuk organik. Di Pacitan itu banyak sekali kalau mau mencari bahan untuk pembuatan pupuk organik. Tinggal mau apa enggak warga petani memproduksi pupuk organik. Kalau dari sisi bahan yang bisa diolah menjadi pupuk organik di Pacitan banyak dicar, hanya saja kemauan warga mau atau tidaknya membuat pupuk sendiri.”tutupnya
Editor: Asri