“Angka pernikahan dini di Pacitan tahun ini memang terbilang tinggi. Hal itu di sebabkan adanya dispensasi nikah bagi calon pengantin dengan usia di bawah 20 tahun. Salahsatu pertimbangan mereka menikah dini karena calon pengantin telah hamil duluan.” kata Muhammad Riski SH Ketua Pengadilan Agama Pacitan saat dikonfirmasi, Selasa (23/11/2021).
“Terhitung dari Januari hingga Nopember 2021 perkara yang masuk ke Pengadilan Agama mencapai 1415 perkara. Sedangkan 312 diantaranya pengajuan nikah dini. Diantara calon pengantin nikah dini tersebut masih berstatus pelajar dna terbanyak pelajar SLTA.” tambahnya.
Ditambahkan Muhammad Riski SH, Kabupaten Pacitan memang termasuk Kabupaten yang tinggi angka pernikahan dininya. Kondisi itu dikhawatirkan akan berbanding lurus dengan jumlah perceraian akibat pernikahan di usia muda.
“Data Pengadilan Agama mencatat untuk pengajuan perceraian memang stabil dari tahun ketahun. Di lihat dari angka perkara yang diterima PA memang stagnan.Tapi kalau ada kenaikan pada perkara masuk itu konstribusi dari pengajuan perkara nikah dini. Saat ini PA mencatat untuk cerai gugat 774 perkara dan cerai talak 280 perkara. Tidak saya sanggah juga kalau diantara pasangan cerai itu memang perkawinannya terjadi pada usia muda.” jelas Riski
Hal tersebut mengundang keprihatinan banyak pihak lantaran para pelajar yang masih sekolah dalam kondisi hamil. Pihak PA meminta pada Pemerintah Daerah dapat berikan sosialisasi pada masyarakat guna menekan angka pernikahan dini. Begitu juga pada kedua orangtua untuk lebih memberikan perhatian khusus pada anak anaknya terutama yang berusia ABG atau masa puber di mana secara fisik dan mental mempengaruhi perceraian. Saat anak usia ABG itu mentalnya masih labil, muncul kasmaran pada lawan jenis.
Dalam kesempatan yang berbeda Daryono Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan menanggapi kondisi tingginya angka nikah dini yang terjadi pada saat berstatus pelajar memang memprihatinkan. Sesuai mekanisme anak-anak yang memang kena musibah itu tetap bisa melanjutkan sekolah. Jadi hak haknya untuk melanjutkan pendidikan itu masih boleh.
“Kita dorong untuk tidak melakukan hal hal yang dilarang itu, apabila sudah kejadiannya ya tetap kita dorong untuk bisa melanjutkan sekolahnya. Sekolah itu ada sekolah formal ada sekolah kesetaraan. Jadi tidak ada alasan untuk tidak bersekolah bagi anak anak yang hamil duluan lalu menikah dini.” kata Daryono.
Terkait fenomena melonjaknya angka nikah dini di Pacitan tidak bisa menyalahkan satu pihak saja tapi semua yang berada di lingkungan si anak ikut berpengaruh. Oleh karena itu samangat harus sama.
“Monggo kalau ada sesuatu ya mengarah ke begitu itu segera untuk memberikan masukan ke Diknas, gurunya, sekolahnya sehingga tidak terjadi. Saya yakin orangtua guru tidak mau anak anak itu terjerumus ke situ. Lah karena factor lingkungan mungkin dia terpengaruh. Oleh karena itu monggo berusaha bersama-sama bergerak, termasuk guru BP. Kepala sekolah, wali kelas, untuk memberikan motivasi dan selalu memberikan perhatian pada perkembangan anak. Insyaallah kalau perkembangannya terus dipantau, dibimbing, hal-hal yang salah bisa dieliminir.” pungkas Daryono.
Editor : Asri Nuryani